PELAYANAN SATU PINTU, SOLUSI TANTANGAN TB DAN HIV DI MASA DEPAN
"Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi oportunistik yang paling banyak ditemukan pada pasien HIV/AIDS (ODHA), tanpa pengobatan yang memadai, infeksi ini dapat menyebabkan kematian".
Gimana? Serem kan, terus apa hubungan TB dan HIV sehingga kedua penyakit ini yang jika berkolaborasi dapat menyebabkan kematian.
Ada beberapa fakta yang patut kita simak betapa HIV menjadi beban permasalahan baru bagi upaya penanggulangan TB di Indonesia.
- Ko-infeksi dengan Human immunodefiency Virus (HIV) akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Mengapa? Karena TB adalah penyebab utama pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
- Sedangkan TB masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia.
- Diperkirakan pada tahun 2012 sebanyak 1,1 juta orang (13%) dari seluruh jumlah yang terjangkit TB adalah HIV positif.
- Saat ini perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Jumlah kumulatif kasus HIV dari 2005 sampai Juni 2013 sebanyak 108.600 kasus.
MENENGOK KETERKAITAN DAN KOLABORASI TB DAN HIV/AIDS
Mungkin kita telah mengetahui bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini termasuk penyakit infeksi yang disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi HIV menyebabkan terjadinya penurunan sistem kekebalan tubuh yang terus-menerus dan dapat mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sedangkan TB seperti yang telah kita ketahui bersama juga merupakan penyakit infeksi. Bedanya dengan HIV, TB disebabkan oleh suatu bakteri yang disebut Mycobaterium Tuberculosis seperti yang dijelaskan secara gamblang dalam artikel sebelumnya yaitu Lebih dekat dengan Tuberkulosis, mereka ada di sekitar kita.
Lantas, apa hubungan kedua penyakit ini? Seperti yang dijelaskan seebelumnya, bahwa HIV/AIDS menyerang dan merusak sistem pertahanan atau kekebalan tubuh, sehingga tubuh kesulitan untuk memusnahkan bibit penyakit yang menyerang. Pada penderita HIV/AIDS, sistem kekebalan tubuh yang menurun akibat serangan virus HIV memberikan peluang besar bagi bakteri TB berkembang biak dan merusak organ-organ tubuh manusia lainnya seperti paru-paru tanpa ada penahannya. Penyakit TB dapat pula memperpendek waktu infeksi HIV menjadi penyakit AIDS, di mana fenomena ini disebut infeksi oportunis Tuberkulosis. Orang dengan HIV/AIDS mempunyai resiko menjadi sakit TB sebesar enam kali lipat dari pada mereka yang tanpa TB.
Kenyataan inilah yang menyebabkan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan satu kegiatan Kolaborasi TB-HIV, di mana kegiatan ini merupakan upaya penanggulangan penyakit TB dan HIV secara bersama yang bertujuan antara lain:
- Melakukan kegiatan bersama program pengendalian TB dan program pengendalian HIV dengan tujuan untuk mengurangi beban TB dan HIV pada masyarakat.
- Sejalan dengan rekomendasi WHO, kegiatan ini berupaya untuk mempercepat diagnosis dan pengobatan TB pada pasien HIV dan sebaliknya mempercepat diagnosis dan pengobatan HIV pada pasien TB dengan memperkuat jejaring layanan keduanya.
- Kegiatan kolaborasi TB-HIV dimulai pada tahun 2007 dan telah disosialisasikan ke seluruh provinsi mulai tahun 2008, yang selanjutnya diperkuat melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1278 tahun 2009 tentang pedoman pelaksanaan kolaborasi pengendalian penyakit TB dan HIV.
- Diterbitkannya Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, dimana pasien TB merupakan salah satu kriteria pasien yang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan penawaran tes HIV dan perlu dilakukan percepatan pemberian ARV bagi pasien ko-infeksi TB-HIV.
- Sebagai upaya mempercepat diagnosis pada ODHA, pada tahun 2013 sebanyak 17 RS/Fasyankes sudah mengoperasikan mesin Xpert MTB/RIF.
Kegiatan Kolaborasi TB-HIV merupakan rangkaian panjang usaha untuk memerangi penyakit TB dan HIV secara bersamaan, terutama ODHA yang juga pasien TB. Namun di sisi yang lain, meskipun fasilitas baik secara fisik maupun teknis tersedia, yang paling penting adalah bagaimana memberikan penyuluhan dan bimbingan pada masyarakat terutama pasien TB, pasien HIV, dan pasien ko-infeksi TB-HIV ( pasien TB dengan HIV positif dan ODHA dengan TB) untuk membangun kesadaran dirinya berperilaku ingin sehat. Caranya ya dengan sedini mungkin memeriksakan diri ke Rumah Sakit atau Fasillitas Pelayanan Kesehatan Terdekat. Dengan sedini mungkin memeriksakan diri dan mendapat pengobatan, kesempatan pasien untuk menularkan kepada orang-orang disekitarnya atau yang melakukan kontak dengannya akan semakin kecil.
TANTANGAN TB DAN HIV DI MASA DEPAN
Meskipun telah dimulai dan dilanjutkan dengan usaha yang maksimal, bukan berarti kegiatan kolaborasi TB-HIV tidak memiliki tantangan ke depan. Tantangan ke depan kegiatan ini jika dijabarkan secara teknis akan nampak sebagai berikut:
- Meningkatkan jejaring layanan kolaborasi antara program TB dan program HIV di semua tingkatan, komitmen politis, dan sumber daya.
- meningkatkan akses tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan yang ditujukan bagi pasien TB dan bagaimana membangun jejaring pelayanan diagnosis dan pengobatan.
- Memastikan bahwa pasien yang terdiagnosis TB dan HIV harus mendapatkan pelayanan yang optimal untuk TB dan secara cepat harus dirujuk untuk mendapatkan dukungan dan pengobatan HIV/AIDS.
- Memastikan pendekatan pelayanan kepada pasien TB-HIV dengan konsep "one stop service" atau pelayanan satu pintu.
- Monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV.
- Eskpansi ke seluruh layanan kesehatan di Indonesia.
Konsep Pelayanan Satu Pintu menyatukan :
- Pemeriksaan
- Pengobatan
- Penyediaan tenaga pendampingan selama pengobatan berlangsung
- Pusat Penyediaan informasi dan sosialisasi, baik untuk pasien maupun keluarga dan masyarakat yang ingin tahu lebih jauh tentang kedua penyakit infeksi ini.
Dok: pribadi |
Konsep Pelayanan Satu Pintu juga akan menjawab tantangan bagaimana memberantas kedua penyakit infeksi yang mematikan ini di masa depan. Namun bukan berarti tidak bisa di obati, kedua penyakit ini meskipun mematikan masih bisa diobati, dan biasanya fase pengobatan ini adalah fase tersulit karena membutuhkan kesabaran dan konsistensi si pasien itu sendiri untuk sembuh. Untuk itulah diperlukan pendampingan, baik dari keluarga atau orang terdekat maupun dari fasilisator kesehatan yang telah memahami dengan baik tentang penyakit TB, HIV dan ko-infeksi antara keduanya.
Sosialisasi, juga berperan penting dalam menjawab tantangan TB dan HIV di masa depan, karena sebagian besar masyarakat masih awam dengan kedua penyakit ini apalagi untuk mengetahui bahwa kedua penyakit saling terkait satu sama lain. Dengan mengetahui informasi dari sumber dan benar, valid, dan terpercaya, tentunya kesimpang-siuran berita tentang kedua penyakit ini bisa diluruskan. Karena tantangan terberat dalam memberantas dan menanggulangi satu penyakit apalagi penyakit yang mematikan adalah dengan menghindari riwayat penularannya, atau dengan kata lain mencegah penularannya.
Bayangkan bila masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya, tantangan untuk memberantas kedua penyakit ini akan sangat berat, bukan hanya bagi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan tetapi juga bagi masyarakat umum.
Masyarakat harus ambil bagian dalam upaya menanggulangi penyakit TB dan HIV, mengapa? karena masyarakatlah yang merasakan langsung akibat dan dampak penularan kedua penyakit ini. Kedua penyakit yang mematikan ini mungkin saja akan merengut nyawa orang yang kita cintai, karena itu waspadalah dan carilah sumber informasi yang terpercaya, dan percayalah jika TB bisa disembuhkan maka HIV pun bisa disembuhkan.
Membangun paradigma baru tentang penyakit TB dan HIV, termasuk didalamnya upaya penyembuhan dan pemberantasan kedua penyakit ini juga merupakan upaya melalui Konsep Pelayanan Satu Pintu untuk menjawab tantangan TB dan HIV di masa depan. Karena orang yang ingin sehat juga harus mengubah perilakunya agar lebih sehat, caranya jika merasa sakit maka datangilah fasilitas pelayanan kesehatan untuk minta diobati dan dalam fase pengobatan disiplinkan diri untuk minum obat sesuai aturan yang telah diberikan, karena tindakan ini akan mengurangi penyebaran penyakit kepada orang lain.
Sayangilah dan lindungilah tubuh kita, anak-anak kita, dan keluarga kita
dari bahaya TB dan HIV dengan perilaku hidup sehat.
Tulisan ini diikutserakan dalam Blog Competition, Temukan dan Sembuhkan Pasien TB yang diselenggarakan www.tbindonesia.or.id.
Sumber referensi tulisan :
Posting Komentar untuk "PELAYANAN SATU PINTU, SOLUSI TANTANGAN TB DAN HIV DI MASA DEPAN"
Posting Komentar