CALEG PEREMPUAN SEBAGAI "AGENT OF CHANGE"
sumber gambar |
Tahun 2014 adalah tahun politik bagi bangsa Indonesia, karena di tahun ini Indonesia akan menyelenggarakan dua pemilihan sekaligus, yaitu memilih calon anggota legislatif yang akan mewakili suara rakyat dan memilih presiden yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. Di tengah panasnya suasana perpolitikan di Indonesia, terutama menjelang pemilu legislatif tanggal 9 April mendatang, isu keterwakilan perempuan di partai politik untuk duduk di lembaga legislatif menjadi perbincangan hangat, terutama bila mengacu pada Pasal 65 Ayat 1 dalam Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu yang mengatur kuota sekurang-kurangnya 30 persen bagi perempuan. Akankah di pemilu Tahun 2014 ini kuota tersebut terpenuhi, sehingga regulasi keterwakilan perempuan di pemilu tahun ini akan lebih baik dari pemilu-pemilu sebelumnya. Masih merupakan tanda tanya, karena untuk duduk di parlemen, seorang caleg perempuan harus disokong penuh oleh partai yang mendukungnya. Sedangkan upaya partai untuk meningkatkan potensi kaderisasi perempuan di partainya masih terkesan setengah hati, dan pada akhirnya caleg perempuan hanya hadir sebagai pelengkap di barisan belakang, atau partai mengambil jalan pintas mengambil caleg instan dari kalangan yang sudah memiliki akses ke publik seperti artis atau perempuan pengusaha.
Namun, apakah angka keterwakilan perempuan dalam parlemen berkorelasi positif dengan kebijakan yang berpihak pada perempuan, suatu hal yang masih terus dipertanyakan karena sejatinya jika kuota perempuan 30 persen tercukupi maka seharusnya regulasi kebijakan yang mengamankan posisi perempuan dalam struktur sosial di masyarakat akan lebih baik dan signifikan. Karena Caleg Perempuan yang duduk di parlemen merupakan upaya untuk meningkatkan keterlibatan kaum perempuan dalam satu proses kebijakan terutama yang menyangkut permasalahan yang dialami kaum perempuan. Satu pandangan yang menarik untuk kita simak dalam satu diskusi tentang caleg perempuan yang dikemukakan oleh Airin Rachmi Diany, Walikota Tangerang Selatan, yang menyatakan "gali ilmu, gali potensi kita dan belajar hal-hal yang positif dari para pendahulu yang memiliki prestasi gemilang dalam rekam jejaknya sebagai perempuan yang terjun ke dalam dunia politik".
Hal yang mendasar
dari minimnya caleg perempuan yang duduk di parlemen adalah ketidaksiapan kaum
perempuan untuk berkompetisi dalam ranah perpolitikan di Indonesia. Sebagian
besar caleg perempuan tidak memiliki visi dan misi yang kuat untuk menopang
jalannya menuju kursi parlemen, bahkan jika sudah terpilihpun caleg perempuan
hanya duduk sebagai pemanis ruangan tanpa bersuara dengan lantang untuk
memperjuangkan nasib kaumnya, kalaupun ada yang bersuara itupun jumlahnya masih
sangat terbatas. Sebuah realita yang sangat memiriskan hati, padahal harapan
untuk memperbaiki kondisi dan nasib perempuan jelas tergengam di tangan mereka.
Tanyakan mengapa? Bukan karena mereka tidak memiliki skill dan kemampuan yang
layak, namun untuk bersuara dibutuhkan rasa percaya diri yang kuat dan tentu
saja rasa percaya diri itu dibangun dari potensi dan pengalaman yang ditempa
dalam suasana perpolitikan yang kental, atau singkatnya dalam satu sistem
kaderisasi.
Karena itu sudah saatnya caleg perempuan membekali diri dengan pendidikan politik yang cukup bahkan melalui satu sistem kaderisasi, sehingga mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, inovatif, kreatif, dan kompeten dalam mengolah isu perempuan menjadi satu kemasan untuk diperjuangkan menjadi satu kebijakan kepada pemerintah. Caleg perempuan sebagai "Agent Of Change" sangat diperlukan untuk duduk sebagai anggota parlemen karena kehadiran mereka dibutuhkan untuk mengatasi persoalan-persoalan dasar dalam kehidupan masyarakat yang ditopang perempuan. Caleg perempuan diharapkan untuk mampu membawa perubahan nasib perempuan ke arah yang lebih baik, seperti :
- Dalam bidang pendidikan, terjadi peningkatan kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan kaum perempuan. Hal ini penting untuk mengatasi permasalahan yang banyak dialami kaum perempuan seperti kekerasan terhadap kaum perempuan, perdagangan perempuan, penyelesaian kasus yang dialami TKW Indonesia di luar negeri, dan lain-lain.
- Dalam bidang seni dan budaya, terjadi peningkatan pengembangan serta pelestarian seni dan budaya. Caleg perempuan harus mampu mendorong kebijakan ke arah perlindungan terhadap seni dan budaya bangsa Indonesia, serta mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bangga terhadap budaya bangsanya, terutama di masa sekarang di mana terjadi krisis jati diri yang celakanya banyak dialami generasi muda yang menjadi harapan bangsa di masa yang datang.
- Dalam bidang kesehatan dan lingkungan, caleg perempuan harus tampil sebagai motor penggerak kebijakan pemerintah untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan, terutama untuk perempuan. karena perempuan yang terlindungi baik kesehatan maupun di lingkungan tempat tinggalnya selanjutnya akan mampu menjalankan perannya dalam rumah tangga lebih maksimal.
- Dalam bidang pariwisata, caleg perempuan juga harus memiliki visi dan misi untuk memajukan pariwisata Indonesia, karena secara ekonomi kemajuan pariwisata akan meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama perempuan yang memiliki akses terhadap industri pariwisata.
- Dalam bidang hukum dan HAM, caleg perempuan harus mampu tampil terdepan dalam melakukan upaya-upaya perlindungan hukum terhadap perempuan, karena satu hal yang sangat kita sadari kaum perempuan umumnya sangat minim pengetahuan ketika berhadapan dengan kasus hukum. Bahkan dalam permasalahan HAM, kaum perempuan bahkan jarang yang memahami arti HAM dalam kehidupanya.
Demikian kompleksnya peranan dan kontribusi caleg perempuan dalam perubahan bangsa terutama kaum perempuan ke arah yang lebih baik membuat posisi caleg perempuan dalam peta perpolitikan sangat strategis. Caleg perempuan bukan hanya dibutuhkan kehadirannya di parlemen untuk memperjuangkan isu-isu kaum perempuan, tetapi merupakan satu upaya untuk merubah mindset yang selama ini memarjinalkan kehadiran perempuan dalam tatanan di tingkat pemegang kekuasaan. Bahwa perempuan melalui keterwakilannya sebagai caleg perempuan harus memiliki kontribusi signifikan dalam proses penyelenggaraan negara, serta aktif menyuarakan perubahan ke arah yang lebih baik untuk kemajuan bangsa Indonesia di masa kini dan masa yang akan datang.
Total : 5.552 karakter tanpa spasi
Tulisan ini diikutsertakan dalam "Lomba Blog Tentang Caleg Perempuan" yang diselenggarakan Fanspage Caleg Perempuan, dan juga didedikasinya untuk Caleg Perempuan yang akan bertarung di ajang pemilu legislatif 2014.
Sumber referensi tulisan :
2 komentar untuk "CALEG PEREMPUAN SEBAGAI "AGENT OF CHANGE""